PLTU Cirebon 2 atau Jawa-1 terletak di Desa Kanci, Kecamatan Astanajapura dan Desa Waruduwur-Blok Kandawaru, Kecamatan Mundu, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat. Pengelolaan proyek pembangkit ini dilakukan oleh konsorsium multinasional PT Cirebon Energi Prasarana (CEPR) atau Cirebon Power.
Rencana PLTU Cirebon kapasitas 1x1.000 MW akan menerapkan teknologi Ultra Supercritical (USC), yang merupakan teknologi pembangkit listrik dengan efisiensi tinggi dan rendah emisi. PLTU ini dirancang untuk menghasilkan gross output energi listrik sebesar 1.000 MW untuk masa operasi minimal 25 tahun dengan opsi perpanjangan. PLTU Cirebon 2 merupakan proyek kedua yang dikelola oleh Cirebon Power. Proyek pertama, PLTU Cirebon 1 telah diresmikan pada tahun 2012. PLTU Cirebon 2 berkapasitas 1.000 MW dan ditargetkan beroperasi (COD) pada 2023. Pembangkit ini merupakan bagian dari program 35.000 MW.
PLTU Cirebon 2 merupakan pembangkit listrik swasta (IPP - Independent Power Producer) yang dikelola oleh konsorsium PT Cirebon Energi Prasarana (CEPR) atau Cirebon Energi Power (CEP), dengan komposisi kepemilikan saham 35%, Chubu Electric Power Comp International (10%), Cirebon Energy Holdings (20%), Komipo Global (25%), dan PT Prasarana Energi Cirebon (10%)
Pada bulan April 2017, perjanjian pinjaman diselesaikan untuk menyediakan US$1,74 miliar untuk Cirebon 2. Badan kredit ekspor Bank Jepang untuk Kerjasama Internasional (JBIC) dan Bank Ekspor-Impor Korea (Kexim) akan menyediakan 66% dari utang proyek (AS $1,148 miliar). Bank swasta ING, Mitsubishi UFJ Financial Group, Mizuho Bank dan Sumitomo Mitsui Banking Corporation menyediakan sisa 34% dari utang proyek (US$592 juta). Pinjaman bank komersial diasuransikan oleh Kexim dan Nippon Export and Investment Insurance (NEXI).
Proyek ini tertera dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2019–2028. Adapun pembangkit ini akan menghabiskan 3,5 juta ton batu bara per tahun dengan menggunakan batubara berkalori rendah. Berdasarkan ANDAL, Energi listrik yang dihasilkan akan dijual kepada PLN dan disalurkan ke jaringan transmisi Jawa-Madura-Bali 500 kV melalui Gardu Induk di Mandirancan.
Tempat penyimpanan batubara atau coal stockyard untuk PLTU Cirebon kapasitas 1x1.000 MW akan dibuat seluas ±10 Ha dengan kapasitas sekitar 330.000 ton untuk kebutuhan operasi selama 30 hari dengan ketinggian timbunan maksimum 15 m. Cerobong (chimney) akan dilengkapi dengan sistem pemantauan emisi secara kontinyu (Continuous Emission Monitoring System/CEMS) guna memantau gas buang cerobong
Kasus Korupsi
Adanya kasus korupsi yang menimpa Bupati Cirebon 2013 – 2018, Sunjaya Purwadisastra dalam pembangunan PLTU Cirebon 2. Beliau menerima uang terkait perizinan proyek PLTU Cirebon 2. Total suap perizinan mencapai RP 6,04 miliar. Dalam pengembangan kasus yang dilakukan KPK, Sunjaya juga ditetapkan menjadi tersangka tindak pidana pencucian uang (TPPU). Dia diduga menerima gratifikasi sebesar Rp 41,1 miliar dan perizinan properti di Cirebon hingga Rp 4 miliar. Apabila di total dengan penerimaan dalam perizinan PLTU Cirebon 2, dia diduga menerima uang sebesar Rp 51 miliar.
Gratifikasi kepada Sunjaya diberikan oleh GM Hyundai Engineering Herry Jung dan Direktur PT King Properti, Sutikno. Keduanya telah ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK. Pemberian uang dari Herry dilakukan melalui pembuatan Surat Perintah Kerja (SPK) fiktif dengan PT Milades Indah Mandiri (MIM). Ini dilakukan agar seolah-olah ada pekerjaan jasa konsultasi pekerjaan PLTU Cirebon 2 dengan kontrak yang mencapai Rp 10 miliar.
Protes Warga
Pembangunan PLTU Cirebon 2 juga memicu amarah warga. Warga pernah melayangkan protes dan melakukan aksi pemblokiran PLTU Cirebon. Warga pernah melayangkan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Bandung. Pembangunan PLTU Cirebon 2 dinilai tidak tertuang dalam rencana tata ruang wilayah (RTRW) Kabupaten Cirebon yang berlaku selama 20 tahun. Warga juga khawatir pembangunan PLTU akan berpengaruh kepada lingkungan dan ekonomi mereka
Pada Februari 2023, ResponsiBank Indonesia dan WALHI meminta CEP dan para pemegang sahamnya untuk bertanggung jawab atas kerusakan pembangkit listrik yang terjadi pada masyarakat sekitar. Warga yang tinggal di antara sungai Cipaluh dan Kanci berulang kali menyuarakan keprihatinan atas dampak sosial, lingkungan, dan kesehatan masyarakat Cirebon-1