PLTU Celukan Bawang berada di Desa Celukan Bawang, Kecamatan Gerokgak, Kabupaten Buleleng, Provinsi Bali. Pembangunan PLTU ini dilakukan dengan dua tahap, yakni fase pertama berupa 3 unit, dan fase pengembangan yang membangun 2 unit tambahan.
Pembangkit yang beroperasi pada 2015 ini mengalami beberapa perubahan kapasitas. Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2010-2019 menyebut PLTU Celukan Bawang memiliki kapasitas 3 x 125 MW, sementara RUPTL 2018-2027 menyebutkannya berkapasitas terpasang 426 MW dengan daya mampu 380 MW, sejalan dengan penjelasan PT PLN Wilayah Bali, yakni Unit 1 dengan kapasitas 130 MW, Unit 2 dan 3 masing-masing 125 MW.
Pada 28 April 2017 Gubernur Bali menandatangani pemberian izin lingkungan penambahan Unit 4 dan 5 (fase pengembangan) yang masing-masing berkapasitas 330 MW, sehingga secara keseluruhan kapasitasnya 1.040 MW. Dengan perkiraan Bali akan membutuhkan listrik sebesar 3.000 MW pada dekade 2020-an, PLTU yang tergabung dalam Jaringan Listrik Jawa-Bali ini berpotensi menyumbang 40% patokan listrik Provinsi Bali.
PLTU Celukan Bawang disebut akan menggantikan berbagai pembangkit listrik tenaga gas dan diesel yang telah ada sebelumnya. Unit 2 menggantikan PLTG Pesanggaran 2, 3, 4 dan PLTG Pemaron 1, sementara Unit 3 menggantikan PLTDG Pesanggaran Blok 1 & 2 dan PLTD sewa A Pesanggaran.
Dalam Analisis Dampak Lingkungan (ANDAL) disebutkan batu bara untuk PLTU Celukan Bawang unit 4 dan 5 akan dipenuhi dari konsesi tambang batu bara yang dikelola oleh perusahaan yang berada dalam satu grup perusahaan dengan PLTU Celukan Bawang, serta dari beberapa perusahaan lain di Sumatera dan Kalimantan.
PLTU Celukan Bawang merupakan pembangkit listrik swasta (IPP - Independent Power Producer) yang dikelola PT General Energy Bali, sebuah perusahaan patungan PT China Huadian Engineering (50%), PT Merryline International (40%), dan PT General Energy Indonesia (10%). Disaksikan Presiden SBY, perjanjian jual-beli listrik (PPA - Power Purchase Agreement) PLTU Celukan Bawang ditandatangani pada tahun 2007.
Pada bulan Oktober 2010, Pemerintah Indonesia menandatangani perjanjian pinjaman untuk pembangunan PLTU Celukan Bawang dengan dua perusahaan China, China Huadian Engineering Ltd dan China Huadian. Nilai pinjaman tersebut sebesar US$ 1.5 miliar (setara Rp 21,8 triliun).
PLTU Celukan Bawang fase pertama (Unit 1, 2, dan 3) memakai batu bara tipe lignit berkalori 4200 Kcal, dan membakar 5.200 ton/hari.
Unit pengembangannya (4 dan 5) menggunakan teknologi subcritical dengan cerobong setinggi 201 meter, serta menyediakan lahan penampung debu (ash yard) seluas 2,7 hektare.
Sebagaimana disebut dalam analisis dampak lingkungan (ANDAL), Unit 4 dan 5 PLTU Celukan Bawang (2 x 330 MW) akan membakar 2.950.636 ton batu bara per tahun. Mengasumsikan bahwa (1) masa operasi 30 tahun; (2) efisiensi pembakaran batu bara 85%, diperkirakan kedua unit ini akan mengkonsumsi 75.241.208 ton batu bara sepanjang masa operasinya. ELSAM, dalam amicus curiae pada sidang gugatan lingkungan pembangkit ini, memperkirakan kedua unit ini akan melepaskan emisi lebih dari 200 juta ton CO2 masa operasinya.
Izin Lingkungan PLTU Celukan Bawang Digugat
Di Indonesia, semestinya pembangkit listrik yang dibangun tercantum dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL). Namun, tidak demikian halnya dua unit pengembangan PLTU Celukan Bawang (2 x 330 MW), karena meski tidak tercantum baik dalam RUPTL Nasional maupun Rencana Umum Ketenagalistrikan Daerah.
RUPTL 2017-2026 menyebutkan Bali sebagai destinasi wisata dunia yang juga memiliki sumber daya Energi Baru Terbarukan (EBT) melimpah, sehingga keberadaan pembangkit berbahan baku batu bara akan kontraproduktif. Di sisi lain, PLTU Celukan Bawang berlokasi di area pesisir, namun tidak sesuai dengan Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau kecil (RZWP3K).
Namun begitu, pada 28 April 2017 Gubernur Bali justru menerbitkan Izin Lingkungan pengembangan PLTU Celukan Bawang. Tidak terima, warga setempat dan Greenpeace, dengan YLBHI-LBH Bali sebagai kuasa hukum, pun menggugat penerbitan izin lingkungan tersebut ke Pengadilan Tata Usaha Negara pada 24 Januari 2018.
Setelah bersidang selama lima bulan, pada Agustus 2018 pengadilan memutuskan gugatan tersebut tidak dapat diterima. Meski para penggugat berkeberatan, namun putusan tersebut dikuatkan oleh pengadilan banding.
Banyaknya penggunaan tenaga kerja asing
Penggunaan tenaga kerja asing (TKA) asal China menjadi salah satu sorotan terhadap PLTU Celukan Bawang. Pada 2015, misalnya, 136 TKA China diduga tidak memenuhi semua prosedur yang ditentukan, terutama Peraturan Daerah Ketenagakerjaan Kabupaten Buleleng.
Inspeksi Kementerian Ketenagakerjaan dan Dinas Ketenagakerjaan Kabupaten Buleleng pada Oktober 2018 menemukan banyak petunjuk, termasuk tentang keselamatan kerja, di lokasi pembangkit menggunakan bahasa China. Porsi TKA China di pembangkit ini mencapai 32% dari total pekerja, yakni sebanyak 152 orang di CHD Power Plant Operation Co. Ltd dan PT General Energi Bali. Adapun pekerja lokal sebanyak 317 orang di PT Victory Hutama Karya dan PT Cipta Pesona.